Hal Sepele Akhiri Pelarian 15 Tahun Bos Yakuza Jepang - Polisi Thailand telah menangkap seorang bos Yakuza Jepang yang buron selama 15 tahun. Penangkapan itu ternyata dipicu hal yang simpel lagi tak terduga.
Hal simpel tersebut, yakni karena foto tato di tubuh si tersangka viral di media sosial. Demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (11/1/2018).
Si bos Yakuza, Shigeharu Shirai (74 tahun), dituduh telah membunuh seorang anggota geng rival pada 2003. Namun, ia belum diproses hukum karena diketahui melarikan diri ke Thailand dan hilang dari radar aparat Negeri Sakura.
Hal Sepele Akhiri Pelarian 15 Tahun Bos Yakuza Jepang
Keberadaan Shirai kembali mencuat ke permukaan, setelah foto tato di tubuh si Yakuza viral, usai seorang penduduk Thailand memotret dan mengunggahnya ke media sosial Facebook.
Foto tato Shirai yang viral itu lantas menarik perhatian Kepolisian Jepang.
Kepolisian Jepang kemudian merilis surat perintah penangkapan untuk Shirai. Mereka juga berkolaborasi dengan Kepolisian Thailand -- negara yang menjadi tempat si Yakuza lansia itu menetap selama kurun waktu terakhir.
Polisi Thailand pun merespons permintaan tersebut. Mereka menahan Shirai di Kota Lopburi, utara Bangkok, dengan menggunakan dalih pelanggaran visa dan dokumen kependudukan.
Menurut keterangan polisi Thailand, Shirai mengonfirmasi sebagai warga negara Jepang dan kelompok Yakuza. Ia juga mengaku melarikan diri dari Negeri Sakura ke Negeri Gajah Putih pada 2005.
Akan tetapi, Shirai tak mengaku telah melakukan pembunuhan pada tahun 2003.
Kendati demikian, aparat Negeri Gajah Putih tetap berencana untuk mendeportasi Shirai ke Jepang, guna menghadapi tuduhan pidana pembunuhan.
Tato dan Jari yang Hilang
Pada foto yang viral di Facebook itu, tampaklah Shirai, seorang pria tua renta dengan tato yang menghias sebagian besar punggung dan dadanya.
Dalam foto viral yang sama, ia juga terlihat sedang bermain papan permainan dengan lansia lain di pinggir jalan Kota Lopburi.
Gambar tersebut juga memperlihatkan jari kelingking Shirai yang hilang -- biasanya menjadi tanda cap, penghukuman, atau penebus kesalahan yang biasa dipraktikkan oleh sesama anggota Yakuza.
Seorang kriminolog, Jay S Albanese, dalam jurnalnya yang berjudul The Causes of Organized Crime dan dipublikasikan dalam Journal of Contemporary Criminal Justice, menjelaskan bahwa kelompok kejahatan terorganisasi (meliputi aktivitas geng dan sindikat kriminal) merupakan sebuah grup rasional yang melakukan serangkaian tindakan kriminal secara berlanjut untuk meraup keuntungan dari berbagai aktivitas ilegal.
Albanese menambahkan bahwa eksistensi keberlanjutan kelompok kejahatan terorganisasi dipertahankan lewat sejumlah tindakan, seperti --namun tak terbatas pada-- kesewenang-wenangan terhadap hukum, berbagai bentuk perilaku mengancam, aktivitas monopolistik, serta menyuap anggota lembaga pemerintahan dan sistem peradilan pidana.
Kelompok kejahatan terorganisasi juga memiliki tujuan yang luas nan variatif, mulai dari meraih kekuasaan atas suatu wilayah tertentu hingga monopoli produksi dan distribusi benda ilegal intrinsik, seperti narkotika.
Spektrum aktivitas kriminal yang luas nan mencakup berbagai tindakan ilegal itulah yang membuat sejumlah geng dan sindikat kriminal di berbagai belahan dunia --seperti kartel narkotika di Amerika Selatan atau Yakuza di Jepang-- menjadi momok yang mengkhawatirkan.
Sebab, tak hanya aktivitas mereka yang jelas-jelas melanggar hukum, kelompok kejahatan terorganisasi juga melakukan sejumlah tindakan kriminal sampingan lain yang ditujukan untuk melanggengkan tujuan mereka.
Tak jarang, sejumlah kasus pembunuhan, korupsi, suap, pemerasan, dan lainnya, kadang kala kerap diasosiasikan dengan aktivitas beberapa kelompok kejahatan terorganisasi.
Yakuza sendiri dapat digolongkan sebagai salah satu kelompok kejahatan terorganisasi di dunia yang cukup menjadi momok mengkhawatirkan.
Dari setidaknya 21 percabangan dan sub-klan Yakuza (padanan lain; gokudo, boryokudan, atau ninkyo dantai), klan Yamaguchi-gumi merupakan level elite di kalangan kelompok kejahatan terorganisasi di Jepang.
Hal Sepele Akhiri Pelarian 15 Tahun Bos Yakuza Jepang
Didirikan sejak 1915 oleh Harukichi Yamaguchi di Kobe, Jepang, klan yakuza itu memonopoli sejumlah bisnis ilegal serta menjadi dalang dari sejumlah tindakan kriminal dan lain di Negeri Sakura. Demikian seperti dikutip dari laman japanvisitor.com.
Kelompok yang kini dipimpin oleh bos keenam Kenichi Shinoda itu melakukan berbagai kejahatan, meliputi pengelolaan jaringan prostitusi di beberapa distrik seantero Jepang, penyelundupan dan pendistribusian senjata, serta narkotika dan bisnis judi Sumo ilegal. Bahkan, BBC pernah menulis bahwa jaringan bisnis mereka meluas hingga ke tataran internasional.
Yamaguchi-gumi juga melakukan sejumlah tindakan kriminal sampingan lain yang ditujukan untuk melanggengkan tujuan mereka, meliputi ekstorsi, penipuan, pemerasan, pembunuhan, dan perilaku kekerasan.
Di puncak kejayaannya pada periode 1980 hingga 2000-an, Yamaguchi-gumi memiliki anggota sekitar 80.000 orang dan beraktivitas secara terang-terangan, kata laporan Kepolisian Nasional Jepang.
Bahkan, pemerintah lokal pun tampak sulit dan kewalahan menangani aktivitas ninkyo dantai tersebut. Ditambah lagi, undang-undang yang mengatur tentang gang-related activity pada periode itu belum dilegislasikan.
Akan tetapi, sejak 2011, ketika undang-undang yang mengatur tentang gang-related activity telah disahkan, Yamaguchi-gumi dan sejumlah Yakuza lain mulai kehilangan tajinya. Ditambah lagi, pada 2015, kelompok yang didirikan oleh Harukichi Yamaguchi itu kehilangan sekitar 3.000 anggotanya yang membentuk boryokudan baru.
Saat ini, anggota Yamaguchi-gumi berkisar 11.500 orang. Namun, menurut kriminolog kepakaran Yakuza, Yamaguchi-gumi dan beberapa gokudo lain akan mengalami peningkatan kuantitas anggota pada 2020-an, ketika rencana legalisasi bisnis kasino di Jepang mulai terimplementasi.